Please use this identifier to cite or link to this item: http://localhost:8080/jspui/handle/123456789/195
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorMukhtar, Zuhdi Simamora-
dc.date.accessioned2022-11-11T08:11:46Z-
dc.date.available2022-11-11T08:11:46Z-
dc.date.issued2015-
dc.identifier.urihttp://localhost:8080/jspui/handle/123456789/195-
dc.description.abstractTexturizing adalah suatu proses lanjut terhadap benang buatan ( benang filamen ) . Benang tekstur adalah benang filamen dari serat sintetik yang mengalami pengerjaan lanjut sedemikian rupa sehingga sifatnya ( fisik dan permukaannya ) berubah, sehingga benang itu memiliki crimp, spiral, loop dan crinkle di sepanjang serat atau filamen benang itu menjadi lebih rua ( bulk ) serta lebih penuh. Salah satu faktor yang membentuk crimp pada benang DTY ( Draw Texture Yarn ) adalah proses pemanasan ( heating ) . Bahan baku yang digunakan pada pembuatan benang poliester DTY adalah benang POY ( Partialy Oriented Yarn ) , dengan memberikan antihan palsu ( False twist ) dan dimantapkan di proses pemanasan, sehingga benang POY yang mulanya berbentuk lurus berubah menjadi keriting ( crimp ) . Pada mesin Murata 33H March Crimper terjadi dua kali pemasan, yaitu pada primary heater dan secondary heater. Primary heater adalah tempat terjadinya pemanasan pertama benang yang berfungsi untuk mengubah struktur penyusun benang yang awalnya berbentuk Amorf ( tidak teratur ) menjadi Kristalin ( lurus) . Sedangkan secondary heater adalah tempat proses pemanasan benang yang kedua. Pada heater ini pemanasan yang diberikan berfungsi untuk menstabilkan benang atau pemantapan benang. Pemanasan ini juga mempengaruhi kualitas benang yang dihasilkan. Pengamatan yang dilakukan adalah mengamati kualitas benang terutama snarling yang terdapat pada benang dari hasil percobaan dengan variasi suhu secondary heater yang berbeda pada mesin Draw Texture Murata 33H March Crimper. Selain itu mengetahui berapa suhu pemanasan yang optimum untuk pembuatan benang textur Non Intermingling ( NI ) 150/48 DH S. Hasil dari pengujian dibuktikan bahwa perbedaan variasi suhu secondary heater berpengaruh terhadap jumlah snarling/meter dan suhu yang optimum untuk pemanasan benang yaitu pada titik suhu 178derajat C dengan nilai snarling 44,88/m. semakin besar kenaikan suhu heater pada titik tertentu akan menghsilkan snarling benang semakin rendah. Pengamatan yang dilakukan suhu 190derajat C pada primary heater dengan 168derajat C, 173derajat C, 178derajat C, 183 derajat C, 188 derajat C pada secondary heater menghasilkan jumlah snarling yaitu : 58,02/m, 55,32/m, 44,88/m, 48,36/m dan 48,88/m.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.titleSUATU PENGAMATAN TENTANG PENGARUH SUHU SECONDARY HEATER TERHADAP JUMLAH SNARLING PERMETER BENANG DRAW TEXTURE YARN 150 DENIER/48 FILAMEN PADA MESIN MURATA TYPE 33H MARCH CRIMPERen_US
dc.typeOtheren_US
Appears in Collections:Teknik Tekstil

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
BAB I.pdf193.12 kBAdobe PDFView/Open
Daftar Isi.pdf188.19 kBAdobe PDFView/Open
Daftar Pustaka.pdf147.74 kBAdobe PDFView/Open
Intisari.pdf155.24 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.